PERCINTAAN ARJUNA DAN BANOWATI


suasana taman itu sejuk
angin mengalir dengan lancar
ada air yang mengucur dari tebing-tebing batu
ada pancuran buatan
bunga-bunga
kicauan burung dan
degung lebah yang mencari madu
di tengah hamparan rumput itu
di bawah lindungan pohon sawo kecik
ada sebuah gazebo
dengan bangku-bangku kayu
dilingkari parit buatan
disitulah Arjuna, ksatria Pandawa dan Banowati
Permaisuri Kerajaan Hastinapura
duduk bercinta-cintaan
“Cinta kita ternyata tidak kampungan ya Raden!”
“Tentu. Cinta Arjuna adalah cinta dengan
sebuah nilai tambah”.
“Maksud Raden?”
“Tidak perlu saya jelaskan. Kamu toh bisa
merasakannya. Terasa kan?”
“Betul Raden. Raden lain dengan Gusti Suyudono!”
“Itulah yang kumaksud dengan nilai tambah!

Sudah berapa lamakah kita bercinta-cintaan?”
“Baru dua jam Raden”.
“Maksudku sudah berapa tahun?”
“O, sudah lama. Tepatnya semenjak
Lesmana Mandrakumara berada dalam kandungan
Sekarang Lesmana sudah remaja”.
“Berarti sudah belasan tahun ya?”
“Benar Raden. Sudah lama. Tapi mengapa
Raden belum merasa bosan?”
“Kadang-kadang saya merasa bosan. Hidup ini
kadang memang mmbosankan. Tapi di lain waktu
saya justru merasa mendapatkan kekuatan baru
bila menghadapimu”.
“Tapi Raden, jangan terlalu banyak ngomong
Marilah kita mulai bercumbuan”.
“Mari!”
Arjuna dan Banowati lalu bercumbu
lalu dilanjutkan dengan hubungan seks
di gazebo itu.

siang terasa tidak begitu panas
istana memang lagi sepi
hanya ada satpam
staf sekretariat
klining servis
dan dayang-dayang
namun sebelum Arjuna datang mereka sudah
diusir pergi oleh Gusti Ratu Banowati
“Mbok! Semua harus menyingkir jauh-jauh
Taman ini harus dikosongkan dan dijaga,
jangan sampai ada orang mendekat.
Aku berniat untuk melakukan semedi.
Menyatu dengan Sang Hyang Widi.
Mengerti Mbok?”
“Sendiko Gusti”.
“Kalau aku belum keluar dari taman ini
Apapun yang terjadi tak ada seorangpun yang
boleh masuk kemari
Mengerti Mbok?”
“Sendiko Gusti”.
“Supaya aku tidak kehausan ketika selesai semedi
coba kamu siapkan minuman dan nyamikan”.
“Sendiko Gusti”.
“Sekarang kamu boleh pergi”.
“Sendiko Gusti”.

Taman Istana Hastinapura
siang itu sepi dan aman
Banowati mendapatkan beberapa nilai tambah dari Arjuna
jantung hatinya
“Raden. Sudah ada berapa cupang di leher saya?”
“Kalau tidak salah enam”.
“Mengapa tidak tujuh Raden?”
“Kalau kau maunya tujuh ya nanti kutambah”.
“Cukup Raden. Aku sudah mendapatkan nilai tambah itu”.
“Kau hanya bisa merasakannya”.
“Benar Raden. Aku bisa merasakan betapa
menyegarkan dosa ini!”
“Dosa? Jadi kau menganggap cinta kita ini
sebagai sebuah dosa”.
“Bukan sebagai dosa. Memang dosa Raden”.
Arjuna terdiam
Banowati memandangi rumputan
rambutnya tergerai dimainkan angin
mata Banowati berkaca-kaca
tak lama kemudian dia menangis
Arjuna buru-buru memeluknya
Banowati lalu menyandarkan kepalanya ke dada Arjuna
setelah tangis Banowati reda Arjuna berkata
“Tangis adalah bagian dari Cinta”.
“Bagian dari dosa”.
“Dosa juga bagian dari kehidupan
Jadi sangat manusiawi”.
“Aku sedang menyesali dosa-dosa itu Raden.
Mengapa aku sudah mengkhianati Gusti Suyudono
sampai belasan tahun.
Sekedar untuk mendapatkan sebuah nilai tambah.
Kurasa itu sangat kampungan Raden”.
“Aku setuju. Aku mengerti”.
“Kadang-kadang kita ini memang sangat kampungan.
Cobalah bayangkan
Seluruh taman ini dikosongkan
Dijaga
Supaya kita bisa puas bercumbuan bahkan berhubungan
intim”.
“Mereka tahunya junjungannya sedang semedi
menyatu dengan Hyang Widi”.
“Itu lebih kampungan lagi”.
“Betul. Tapi akan lebih kampungan lagi bila
kau terus terang pada mereka”.
“Yang kutakutkan jangan-jangan sebenarnya
mereka semua tahu”.
“Memang mereka tahu
Itu pasti
Tapi mau apa
Anda adalah Permaisuri Kerajaan Hastinapura”.
“Ya. Betapa mahalnya sebuah nilai tambah”
“Memang”
“Bagaimana kalau kita mulai lagi Raden?”
“Setuju”

angin
matahari tambah bergeser ke arah barat
keringat membasahi wajah dan leher Banowati
selembar daun sawo kecik
yang telah agak menguning lepas dari ranting
lalu melayang jatuh
siang itu
seluruh Warga Kurowo
sedang keluar kota
untuk menumpas gerombolan pengacau keamanan
yang dimotori oleh para Pandawa
kira-kira menjelang sore
Arjuna dan Banowati mulai merasa bosan dan capek
“Anda masih mau lagi Raden?”
“Terserah situ”.
“Jadi Raden belum puas?”
“Manusia tidak pernah merasa puas dalam segala hal”.
“Jawaban Raden terlalu ilmiah untuk urusan seks”.
“Ya, kadang-kadang aku memang tidak cukup puas dengan
sekedar predikat ksatria, pemanah ulung, play boy jempolan
dan lain-lain itu. Kadang-kadang saya juga punya ambisi
untuk jadi ilmuwan. Gombal ya?”
“Kampungan Raden!”
“Benar. Hari sudah akan sore. Sebaiknya
Kangmasmu segera pergi”.
“Hati-hati Raden. Jangan sampai kepergok satpam”.
“Jangan risau dinda. Arjuna sudah berpengalaman
puluhan tahun dalam menghadapi satpam. Permisi”.
“Mari Raden. Kuantar sampai ujung tembok”.
“Tidak usah”.
“Baik Raden”.

Arjuna pergi
Banowati sendirian
dia lalu merapikan pakaian
rambut
make up
minum jamu galian singset
lalu melangkah ke luar taman
di pintu taman itu satpam perempuan
menghaturkan sembah
Banowati membalas dengan sedikit
mengangkat telapak tangan
lalu melaju ke keputren
disana dayang-dayang sudah menunggu

ketika junjungan mereka itu datang dan
langsung masuk kamar
dayang-dayang itu berbisik-bisik
mendiskusikan junjungan mereka.

“Habis semedi, wajah Gusti ratu berbinar-binar”.
“Hyang Widi memang memberkatinya”.
“Tapi Gusti Ratu capek sekali tampaknya”.
“Ya, beliau langsung tidur”.
“Itulah Ratu”
“Beliau memang Ratu”
“Permaisuri
“Ya Permaisuri raja Gung Binatara”

Banowati
Permaisuri
Kerajaan Hastinapura
tertidur pulas
dengan menyungging senyum
udara berangsur dingin
bersamaan dengan tenggelamnya Hyang Bagaskara
para fungsionaris Golongan Kurawa pun
berdatangan dari luar kota
istana kembali ramai
dayang-dayang sibuk
menyiapkan air hangat
minuman
dan makan malam.
***

1 Komentar

  1. suhindro wibisono said,

    Menarik

Tinggalkan komentar